ircicaarchdata.org – Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, telah mengumumkan niatnya untuk mengevaluasi kembali hubungan Palestina dengan Amerika Serikat. Ini merupakan langkah yang dipertimbangkan setelah Amerika Serikat menggunakan hak vetonya terhadap resolusi yang mendukung keanggotaan penuh Palestina di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Keputusan ini disampaikan oleh Abbas pada tanggal 20 April, dengan merujuk langsung pada perlunya melindungi kepentingan rakyat Palestina.
Strategi Palestina dalam Menanggapi Penolakan Keanggotaan PBB
Dalam pernyataannya, Abbas menekankan pentingnya mengembangkan strategi baru yang akan melindungi rakyat Palestina dan menegaskan agenda nasional mereka di atas kepentingan asing. Dia menyatakan bahwa Palestina tidak akan terikat pada kebijakan yang telah terbukti gagal dan tidak mendukung perjuangan mereka, sebagaimana tercermin dari reaksi global terhadap veto AS.
Implikasi Veto AS terhadap Stabilitas Regional
Abbas juga menekankan bahwa tindakan AS di PBB telah memicu kemarahan yang belum pernah terjadi sebelumnya, mengutip potensi konsekuensi yang dapat mendorong ketidakstabilan, kekacauan, dan terorisme lebih lanjut di wilayah tersebut. Hal ini menandakan tingkat frustasi yang signifikan dari pihak Palestina terhadap pendekatan AS yang dianggap mengabaikan aspirasi kemerdekaan Palestina.
Konfirmasi dari Sumber Otoritas Palestina
Menurut sumber yang berasal dari dalam Otoritas Palestina, seperti dikutip oleh New Arab, penundaan hubungan dengan AS merupakan prioritas dalam agenda kepemimpinan Palestina dan sedang dipertimbangkan dengan serius. Keputusan mengenai hubungan ini diharapkan akan diambil dalam waktu dekat.
Konteks Pemungutan Suara Keanggotaan PBB
Dalam pemungutan suara yang dilakukan oleh Dewan Keamanan PBB untuk menentukan status keanggotaan Palestina, AS memilih untuk memveto proposal tersebut, dengan dua negara lainnya abstain. Keputusan ini telah memicu reaksi global, menunjukkan dukungan luas terhadap upaya Palestina untuk mendapatkan pengakuan keanggotaan penuh di PBB suatu status yang akan memberikan hak suara yang lebih besar daripada status pengamat yang saat ini dipegang Palestina.